Part 4✔
"Kalian apain Anin?" tanya lelaki itu dingin.
"Emm, a-anu bang"ucap Bianca kikuk.
"Gue tau, lo berdua siksa Anin lagi kan"ucap Healvito dingin dan siap membentak Ibu tirinya dan Adik tirinya itu.
"Apa sih kamu Vito, kita ga apa-apain Anin kok"ucap Silvia lembut.
"KALIAN BOHONG"bentak Vito kepada Silvia dan Bianca.
"Apaan si bang, kita ga apa-apain dia kok"elak Bianca.
"Iyaa kamu ini, kita ga apain-apain kok"ucap Silvia lagi.
Tanpa disadari mereka, Mario telah pulang dari kantor dan beranjak menuju tempat mereka bertiga berdebat.
"Ekhem" Mario terbatuk. Lebih tepatnya batuk dibuat-buat. "Ada apa ini?kok pada debat?"tanya Mario dengan dahi berkerut, dan kedua tangannya dilipat di dada.
"Ini ni mas, masa Vito nuduh aku sama Bianca nyiksa Anin"adu Silvia.
"Iyaa pih bang Vito tuh nuduh yang engga-engga" Bianca menyetujui apa kata mami nya itu.
"Vito, kamu jangan nuduh yang sembarangan dong"ucap Mario tegas.
"Pah, tapi emang bener pah, papah selama ini ga tau kalo Anin sering di siksa sama mereka berdua"ucap Vito dengan suara yang meninggi.
"Ga mungkin tante Silvi sama Bian suka nyiksa Anin"ucap Mario tak percaya.
"TERSERAH PAPAH MAU PERCAYA APA ENGGA"bentak Vito kepada Mario.
"VITO"teriak Mario. "Jadi anak yang sopan"lanjut Mario.
Healvito hanya mendengus dan mengusap wajah nya kasar.
"Papah tega pah, semenjak kedatangan si PELAKOR itu, papah berubah"ucap Healvito sembari menekankan kata pelakor.
"APA YANG KAMU BILANG VITO? TANTE SILVIA BUKAN PELAKOR"bentak Mario kepada Healvito.
"Dia udah rebut papah dari mamah pah, apa namanya kalo bukan pelakor?"tanya Healvito dingin, disertai wajahnya yang datar.
"Mamah kamu udah meninggal Vit, kamu harus terima"ucap Mario tegas.
"Mamah belum meninggal"ucap Healvito datar.
"VITO"bentak Mario lagi.
"Udah lah pah, Vito mau berusaha cari mamah, Vito yakin mamah belum meninggal"ucap Healvito datar lalu melenggang pergi meninggalkan Mario, Silvia dan Bianca yang masih diam di tempat nya.
***
Healvito masuk ke dalam kamar Anin, ia dapat melihat jelas bahwa Anin sedang menangis di dekat jendela kamar nya sembari menunduk.
'Mama, Anin kangen sama mama' batin Anin.
"Nin"panggil Healvito pelan.
"E-eh abang"ucap Anin gugup sembari membalikkan badannya.
"Kamu disiksa ya sama tante Silvi?"tanya Healvito hati-hati.
Anin menggelengkan kepalanya.
"Nin, abang tau tadi kamu di siksa"ucap Healvito datar.
Anin menunduk, takut abang nya itu marah. "Ab-abang m-marah ya?"tanya Anin takut-takut.
"Marah kenapa?"tanya Vito bingung. "Kan kamu ga salah apa apa sama abang"ucap Healvito lembut. "Sini Nin, duduk sebelah abang"lanjut Healvito sembari menepuk-nepuk pinggir kasur Anin.
Anin berjalan mendekati Healvito, lalu duduk di pinggir kasurnya itu.
Healvito memegang punggung tangan Anin yang dipukuli oleh Ibu tirinya dan kaka tirinya tadi.
"Aw, pelan-pelan bang,"lirih Anin.
"Udah pelan banget tadi tuh Nin"ucap Healvito.
Betapa kagetnya Healvito saat melihat tangan Anin membiru, bukan hanya tangan sebelah kanannya saja, tetapi tangan sebelah kirinya juga.
"Anin tangan kamu memar"ucap Healvito panik.
"Gapapa bang, besok juga sembuh" Ucap Anin seraya menundukkan kepalanya dan menyembunyikan kedua tangan nya itu di belakang tubuhnya.
"Sini Nin abang mau liat" Healvito menarik tangan Anin pelan.
"G-ga usah bang"cicit Anin dengan kepala yang masih menunduk.
Healvito melenggang pergi meninggalkan kamar Anin untuk mengambil kotak p3k.
"Abang mau kemana"tanya Anin sedikit berteriak, namun tak dijawab oleh Healvito.
Tak lama kemudian, Healvito datang kembali ke kamar Anin dengan membawa kotak p3k.
"Duduk sini"titah Vito.
Anin pun duduk menuruti perkataan Vito. "Bang"panggil Anin dengan suara pelan.
Vito melirik Anin dan menaikkan sebelah alisnya.
"Maaf ya bang,"lirih Anin.
"Kenapa minta maaf mulu sih Nin?"tanya Healvito bingung sembari mengobati memar yang ada di tangan Anin.
"Maaf kalo Anin ga ngasih tau abang, kalau selama ini Anin suka di siksa sama Ibu sama ka Bianca juga"cicit Anin sembari menunduk.
"Abang tau nin"ucap Healvito. "Tapi kalo kamu di siksa lagi sama mereka, langsung lapor ya sama abang"ucap Healvito lagi.
"Anin ga mau buat abang khawatir,"lirih Anin.
"Nin, kamu tuh ade abang, jadi abang punya kewajiban buat ngelindungin kamu"ucap Healvito dengan lembut. "Janji ya sama abang kalo kamu disiksa mereka lagi, kamu kasih tau abang"lanjut nya.
Anin menghembuskan nafasnya kasar. "Iya bang"ucap Anin terpaksa, karena ia takut abangnya itu akan marah.
Healvito pun telah selesai mengobati memar Anin, dan memakaikan perban di tangan Anin.
"Selesai"ucap Healvito sembari tersenyum senang.
"Makasih ya bang"ucap Anin tersenyum.
"Sama-sama"ucap Healvito tersenyum sembari mengacak rambut Anin pelan.
"Bang"panggil Anin.
"Kenapa?mau makan?"tanya Healvito dengan kening yang dikerutkan.
Anin menggelengkan kepalanya. "Anin pengen ketemu mamah,"lirih Anin.
Healvito segera memeluk tubuh mungil Anin. "Mamah udah meninggal Nin"ucap Healvito dengan suara serak seperti menahan tangis.
"Tapi kenapa Anin ngerasa mamah belum meninggal bang?"tanya Anin dengan air mata yang berlinangan.
"Ikhlasin mamah ya nin"ucap Healvito sembari mengelus rambut Anin. "Sekarang Anin baringan dulu aja, abang mau ke bawah dulu ambil makanan"ucap Healvito sembari melepas pelukan nya dengan Anin.
"Iya bang"ucap Anin dengan suara khas orang habis menangis.
Saat healvito di tangga, ia berhenti sejenak dan memejamkan matanya.
'Kenapa perasaan Anin sama kaya perasaan gue ya. Kita berdua sama sama ngerasa kalo mamah tuh masih hidup' batin Healvito. 'Gue harus cari tau tentang mamah, apa mamah masih hidup atau udah meninggal'lanjutnya.
***
Kini hari telah pagi, hari ini Anin tidak disuruh ke pasar, karena hari ini Mario sedang cuti, jadi Silvia melarang Anin ke pasar.
Mereka semua berkumpul di meja makan, hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang beradu.
Hening
"Vito, Bian, Anin"ucap Mario memecah keheningan di antara mereka.
"Kenapa pi?"tanya Bianca manja.
"Kalian hari ini ke sekolah, papi yang antar ya"ucap Mario.
Healvito, Bianca dan Anindya menganggukan kepalanya.
"Tapi Bian ga mau sama Anin pi"ucap Bianca manja.
"Kenapa?"tanya Mario heran.
"Anin suka marah kalo Bianca bareng Anin"ucap Bianca berpura-pura murung.
"Apa bener itu Anin?"tanya Mario dingin.
"Eng-"ucapan Anin terpotong karena Silvia tiba-tiba memelototkan matanya. "I-iya pah"cicit Anin sembari menundukkan kepalanya.
BRAK.
Mario tiba-tiba menggebrak meja.
"ANIN KAMU BERUBAH"bentak Mario di meja makan.
"Udah udah mas, kasian Anin"ucap Silvia sok baik.
"Tapi Anin udah keterlaluan Sil"ucap Mario dengan nafas terengah-engah menahan emosi.
"Udah, gapapa kok"ucap Silvia menenangkan Mario.
"Cuih, dasar so baik"ucap Healvito datar.
"APA MAKSUD KAMU VITO"bentak Mario lagi.
Healvito hanya mendengus kesal, kenapa ia bisa mendapatkan ibu tiri yang semenjengkelkan ini.
Mario pun berdiri.
"Bianca ayo sayang berangkat sekolah"ajak Mario kepada Bianca. "Kalian berdua jangan berangkat bareng papah"ucap Mario tegas.
"Hmm"dehem Healvito.
"Iya pah"cicit Anindya.
Setelah Mario dan Bianca pergi meninggalkan ruang makan, Silvia tersenyum smirk.
"Nin, abang duluan ya, ntar nyusul aja abang tunggu di depan"ucap Healvito beranjak pergi meninggalkan meja makan.
Anin segera menghabiskan sarapannya dan akan meninggalkan meja makan, namun tangannya dicekal oleh Silvia.
"Gimana?sakit hati kamu?"tanya Silvia dengan senyuman smirk nya.
Anindya hanya bisa menunduk, ia takut akan di apa-apain lagi oleh Silvia.
"Anin pergi dulu ya bu"pamit Anin sembari menunduk.
Silvia tak menjawab pertanyaan Anindya dan langsung beranjak ke atas meninggalkan ruang makan.
***
Healvito dan Anin telah sampai di sekolah, mereka telah beranjak menuju kelas masing-masing.
"Hai Anin"sapa Friza semangat.
"Hai"ucap Anin membalas sapaan Friza dengan senyuman nya, ralat senyum palsu.
"Kok tangan lo di perban gitu Nin?dua-duanya lagi"tanya Imelda khawatir.
"Gapapa kok, Anin cuma kepeleset aja kemaren malem"ucap Anin berbohong sembari menampilkan senyum palsunya.
"Masa kepeleset ampe dua-duanya diperban Nin?"tanya Friza bingung.
"Udah ga usah dipikirin"ucap Anindya.
Bel masuk pun berbunyi, semua murid masuk ke kelasnya masing-masing. Sekarang guru-guru kelas 10 sedang rapat, jadi siswa dan siswi kelas 10 free class
"Mel, za, Anin ke air dulu ya"ijin Anin kepada Friza dan Imelda.
"Mau kita anter ga nin?"tawar Friza.
Imelda menoyor kepala Friza. "Lo mah alasan nganter Anin mau liat ka Gerhana kan?"ketus Imelda.
"Apaansi lo sewot mulu"ketus Friza.
"Udah, udah ga usah berantem, Anin ke air nya sendiri aja gapapa" Anin melerai Friza dan Imelda yang berdebat.
"Hati-hati ya Nin, kalo ada apa-apa telepon kita"ucap Imelda.
"Iya"ucap Anin lalu melenggang pergi.
"Lebay, kalo ada apa-apa telepon kita ya nin" Friza mengucapkan ulang kata-kata yang diucapkan Imelda seperti mengejek.
***
Gerhana dkk sedang berada di kantin, mereka sedang duduk santai dan bercanda ria.
"Gais gimana kalo kita pulang sekolah ngemall?"ajak Raffael.
"Ayo dah"ucap Ethan semangat.
"Boleh"ucap gerhana datar
"Kuy aja"ucap Surya.
Sementara Healvito hanya melamun.
"Hey" Ethan mengibaskan tangannya di depan wajah Healvito.
Healvito kaget dan tersentak. "Apaansi lo"ketus Healvito.
"Lo kenapa dah?"tanya Raffael.
Healvito menggeleng.
"Lo mau ikut ngemall ga?"tanya Ethan.
"Gue kayanya ga ik-"ucapan Healvito terpotong karena Raffael langsung memotong ucapan nya.
"Ayolah to, jarang-jarang loh"ucap Raffael dengan wajah memelas nya.
Healvito mendengus kasar. "Ade gue ntar pulang sama siapa"ucap Healvito.
"Gimana kalo ajak ade lo juga? Sama temen-temen nya sekalian" Ethan memberi saran.
"Boleh juga tuh"ucap Gerhana sembari menjentikkan jarinya.
"Eheh, tumben lo semangat gitu"ucap Surya heran.
"Semangat apa nya si"ucap Gerhana ketus.
"Semangat karna Anin ikut"ucap Ethan santai.
Gerhana langsung melemparkan tatapan tajam kepada Ethan, sementara Ethan yang ditatap seperti itu hanya menundukkan kepalanya takut-takut.
***
Anindya telah selesai buang air kecil dan berjalan menuju wastafel untuk menyisir rambutnya yang acak-acakan.
Saat Anindya sedang menyisir rambutnya, Bianca and The Geng datang dengan melemparkan tatapan tajam kepada Anindya.
Bianca menjambak rambut Anindya kasar. Anindya hanya bisa meringis, karena jika ia memberontak maka dayang-dayang si mak Lampir pasti ikut nyiksa dia.
"Lepas ka Bian"cicit Anindya.
"Haha, apa lo bilang?gue ga denger tuh"tawa Bianca puas.
"Le-lepas"rintih Anindya.
"Oh" Bianca semakin tarik menjambak rambut Anindya lalu mendorong Anindya dan Anindya pun terjatuh ke lantai sehingga bajunya basah.
Bruk
"Aw"ringis Anindya sembari memegangi tangannya yang diperban.
"Haha, gue ingetin sama lo jangan berani deketin GERHANA" Ucap Bianca datar sembari menekankan kata Gerhana
"Dengerin tuh"ucap Galvira dengan senyum smirk nya.
Sementara Tessa hanya dapat tertawa girang melihat kondisi Anindya yang kesakitan.
Anindya menangis, air matanya terus mengalir deras.
Tanpa Anindya sadari ada seorang lelaki yang berdiri tepat di hadapan Anindya dan memperhatikan nya dengan tatapan sendu.
"Nin"panggil lelaki itu.
Hai readers up lagi nih:)
Gimana nyambung? Seru?
Sorry kalo ga seru atau ga nyambung, karna aku masih pemula hehe🙃
Jangan lupa vote and komennya ya❤
Jangan lupa juga tinggalin jejak
See you next part💙
Happy Reading💜
Salam:
Jeni Tukang Halu❣
Komentar
Posting Komentar